MAKALAH
“PERANAN KOPERASI TERHADAP PEMBANGUNAN”
EKONOMI KOPERASI (SOFTSKILL)
DESSY SEPTIYANI
212121902
2EB25
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVErSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ PERANAN
PANCASILA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA” Makalah ini berisikan tentang
informasi. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
.
Untuk itu kami berharap agar pembaca dapat memakluminya tentang
segala kekurangan yang ada dalam makalah ini. Dan kami tidak lupa mengucapkan
terima kasih kepada pihak – pihak yang membantu dalam memberikan doa, dukungan,
dan penjelasan , terutama untuk
1. Tuhan YME dengan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan dan
mempermudah pengerjaan makalah ini.
2. Bapak Drs. Hartoto, S.H, M.si selaku dosen mata kuliah ekonomi
koperasi (softskill).
3. Kedua orang tua , keluarga dan teman- teman atas doa, dukungan dan
motivasi yang telah di berikan kepada kami.
Atas segala
kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
kami sangat mengharapkan kritikan, saran, dan pengarahan dari pembaca
yang sifatnya membangun demi perbaikan. Semoga bermanfaat.
Bekasi, Januari 2013
( penulis )
BAB 1
PENDAHULUAN
Fenomena globalisasi
merupakan dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh terhadap
perkembangan proses perubahan peradaban manusia. Globalisasi juga membawa dampak
pada semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Selain
itu, globalisasi memungkinkan terjadinya perubahan lingkungan strategis yang
berdampak luas terhadap eksistensi dan kelangsungan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dari aspek internal, kondisi objektif bangsa Indonesia sejak
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan negara dengan bangsa
yang dibangun di atas keragaman dan perbedaan, yaitu perbedaan suku, agama,
ras, etnis, budaya, bahasa dan lain-lain. Keragaman dan perdedaan tersebut
apabila dikelola dengan baik, maka keragaman itu akan menimbulkan keindahan dan
harmoni dalam berbangsa dan bernegara, tetapi apabila keragaman dan perbedaan
tersebut tidak dapat dikelola dengan baik maka akan berpotensi menimbulkan
perselisihan dan sengketa yang dapat menyebabkan perpecahan atau bahkan
disintegrasi bangsa Indonesia. Bila ditinjau dari aspek eksternal, globalisasi
menyebabkan pertemuan antar budaya (cultur encounter) bagi seluruh
bangsa di dunia, termasuk bagi bangsa Indonesia. Sehingga, globalisasi tersebut
berdampak pada terjadinya perubahan sosial (social change) secara
besar-besaran pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan sosial yang
terjadi tersebut belum tentu “kongruen” dengan kemajuan sosial (social
progress) suatu bangsa.
RUMUSAN
MASALAH
Masalah yang akan penulis
bahas dalam makalah ini adalah: Bagaimanakah peranan pancasila dalam
pembangunan ekonomi di Indonesia.
TUJUAN MASALAH
Sebagaimana dalam rumusan
masalah, tujuan pembuatan makalah untuk mengetahui bagaimana peranan pancasila
dalam pembangunan ekonomi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Setiap bangsa yang
melaksanakan pembangunan selalu menginginkan perubahan yang mengarah pada
kemajuan bangsanya. Dan keberhasilan pembangunan tersebut tidak akan terlaksana
tanpa adanya semangat juang dari seluruh komponen bangsa untuk maju
bersama-sama. Seperti misalnya semangat perubahan Cina dan India yang dapat
sukses membangun negaranya berdasarkan pada pembangunan nasional yang kuat.
Cina dengan reformasi ekonomi gaya Deng Xiaoping, India dengan perpaduan serasi
antara agama dengan kasta serta meritrokasi. Semangat juang tersebut seharusnya
ditiru oleh bangsa Indonesia dengan pembangun karakter bangsa yang berdasarkan
pada Pancasila
Pembangunan karakter suatu
bangsa tidak cukup dalam esensi pembangunan fisik saja tetapi dibutuhkan suatu
orientasi yang lebih kuat yaitu suatu landasan dasar atau pondasi pembangunan
karakter bangsa tersebut. Sehingga esensi fisik dari pembangunan berawal pada
internalisasi nilai-nilai untuk menuju pada pembangunan tata nilai atau
sebaliknya pembangunan yang berorientasi pada tatanan fisik tersebut dijiwai
oleh semangat peningkatan tata nilai sosio-kemasyarakatan dan budaya. Dalam hal
ini Indonesia memiliki landasan pancasila sebagai dasar untuk melakukan
pembangunan karakter bangsa Indonesia.
Pengertian Pembangunan
a. Kata pembangunan yang
dalam bahasa inggris disebut development menunjukkan adanya pertumbuhan,
perluasan ekspansi yang bertalian dengan keadaan yang harus digali dan yang
harus dibangun agar dicapai kemajuan di masa yang akan datang.
b. Secara
sederhana, pengertian Pembangunan adalah serangkaian kegiatan yang mengarah
pada perubahan dengan tata nilai yang lebih baik atau lebih maju.
c. Pada
dasarnya, perubahan-perubahan yang diinginkan bagi bangsa Indonesia adalah
perubahan yang mengarah keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara
kemajuan lahir dan batin, jasmani dan rohani, atau dunia dan akhirat.
d. Pembangunan
tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga kualitatif artinya pembangunan
tidak hanya mencakup bidang material tetapi juga spiritual.
e. Di
dalam pembangunan terjadi proses perubahan yang terus menerus menuju kemajuan
dan perbaikan ke arah tujuan yang dicita-citakan. Dengan kata lain, kata pembangunan
mengandung pemahaman akan adanya penalaran dan pandangan yang logis, dimanis
dan optimis.
Hampir semua pakar ekonomi Indonesia
memiliki kesadaran akan pentingnya moralitas kemanusiaan dan ketuhanan sebagai
landasan pembangunan ekonomi. Namun dalam praktiknya, mereka tidak mampu
meyakinkan pemerintah akan konsep-konsep dan teori-teori yang sesuai dengan
kondisi Indonesia. Bahkan tidak sedikit pakar ekonomi Indonesia yang mengikuti
pendapat atau pandangan pakar Barat (pakar IMF) tentang pembangunan ekonomi
Indonesia.
Pilar Sistem Ekonomi Pancasila meliputi:
1.
ekonomika etik dan ekonomika
humanistik (dasar)
2.
nasional ekonomi dan demokrasi
(cara/metode operasionalisasi)
3.
ekonomi berkeadilan sosial (tujuan).
Kontekstualisasi
dan implementasi Pancasila dalam bidang ekonomi
cukup dikaitkan dengan pilar-pilar di atas dan juga dikaitkan dengan
pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus dipecahkan oleh sistem ekonomi apapun.
Pertanyaan-pertanyaan itu adalah
1. Barang dan jasa apa yang
akan dihasilkan dan berapa jumlahnya
2. Bagaimana pola atau cara
memproduksi barang dan jasa itu
3. Untuk siapa barang
tersebut dihasilkan, dan bagaimana mendistribusikan barang tersebut ke
masyarakat.
Langkah
yang perlu dilakukan adalah perlu digalakkan kembali penanaman nilai-nilai
Pancasila melalui proses pendidikan dan keteladanan. Perlu dimunculkan gerakan
penyadaran agar ilmu ekonomi ini dikembangkan ke arah ekonomi yang humanistik,
bukan sebaliknya mengajarkan keserakahan dan mendorong persaingan yang saling
mematikan untuk memuaskan kepentingan sendiri. Ini dilakukan guna mengimbangi
ajaran yang mengedepankan kepentingan pribadi, yang melahirkan manusia sebagai
manusia ekonomi (homo ekonomikus), telah melepaskan manusia dari fitrahnya
sebagai makhluk sosial (homo socius), dan makhluk beretika (homo ethicus).
Relevankah Ekonomi Pancasila dalam
memperkuat peranan ekonomi rakyat dan ekonomi negara di era global (isme)
kontemporer? Mereka skeptis, bukankah sistem ekonomi kita sudah mapan,
makro-ekonomi sudah stabil dengan indikator rendahnya inflasi (di bawah 5%),
stabilnya rupiah (Rp 8.500,-), menurunnya suku bunga (di bawah 10%). Lalu,
apakah tidak mengada-ada bicara sistem ekonomi dari ideologi yang pernah
“tercoreng”, dan tidak nampak wujudnya, tidak realistis, dan utopis? Mereka ini
begitu yakin bahwa masalah ekonomi (krisis 97) adalah karena “salah urus” dan
bukannya “salah sistem”, apalagi dikait-kaitkan dengan “salah ideologi” atau
“salah teori” ekonomi. Tidak dapat disangkal, KKN yang ikut memberi sumbangan
besar bagi keterpurukan ekonomi bangsa ini. Namun, krisis di Indonesia juga
tidak terlepas dari berkembangnya paham kapitalisme disertai penerapan
liberalisme ekonomi yang “kebablasan”. Akibatnya, kebijakan, program, dan kegiatan
ekonomi banyak dipengaruhi paham (ideologi), moral, dan teori-teori
kapitalisme-liberal.
Di sinilah relevansi Ekonomi
Pancasila, sebagai “media” untuk mengenali (detector) bekerjanya paham dan
moral ekonomi yang berciri neo-liberal Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia
yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Pembangunan politik memiliki dimensi yang
strategis karena hampir semua kebijakan publik tidak dapat dipisahkan dari
keberhasilannya. Tidak jarang kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah
mengecewakan sebagian besar masyarakat. Beberapa penyebab kekecewaan
masyarakat, antara lain:
1. kebijakan hanya dibangun
atas dasar kepentingan politik tertentu
2. kepentingan masyarakat
kurang mendapat perhatian
3. pemerintah dan elite
politik kurang berpihak kepada masyarakat
4. adanya tujuan tertentu
untuk melanggengkan kekuasaan elite politik.
Keberhasilan pembangunan politik bukan hanya
dilihat atau diukur dari terlaksananya pemilihan umum (pemilu) dan terbentuknya
lembaga-lembaga demokratis seperti MPR, Presiden, DPR, dan DPRD, melainkan
harus diukur dari kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik. Persoalan
terakhirlah yang harus menjadi prioritas pembangunan bidang politik. Hal ini
sesuai dengan kenyataan objektif bahwa manusia adalah subjek negara dan karena
itu pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Namun, cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan dari elite
politik sebagai pemegang kebijakan publik dan kegagalan pembangunan bidang
politik selama ini.
Pembangunan
politik semakin tidak jelas arahnya, manakala pembangunan bidang hukum mengalami
kegagalan. Penyelewengan-penyelewengan yang terjadi tidak dapat ditegakkan oleh
hukum. Hukum yang berlaku hanya sebagai simbol tanpa memiliki makna yang
berarti bagi kepentingan rakyat banyak. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
politik juga belum dapat direalisasikan sebagaimana yang dicita-citakan. Oleh
karena itu, perlu analisis ulang untuk menentukan paradigma yang benar-benar
sesuai dan dapat dilaksanakan secara tegas dan konsekuen.
Pancasila
sebagai paradigma pambangunan politik dan hukum kiranya tidak perlu
dipertentangkan lagi. Bagaimanakah melaksanakan paradigma tersebut dalam
praksisnya? Inilah persoalan yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan
politik dan hukum di masa-masa mendatang.
Apabila
dianalisis, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa persoalan seperti:
1. Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hukum karena tidak
adanya blue print.
2. Penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan masih bersifat
parsial.
3. Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum.
Prinsip-prinsip
pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah
membawa implikasi yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.
Pembangunan bidang ini boleh dikatakan telah gagal mendidik masyarakat agar
mampu berpolitik secara cantik dan etis karena lebih menekankan pada upaya
membangun dan mempertahankan kekuasaan. Implikasi yang paling nyata dapat
dilihat dalam pembangunan bidang hukum serta pertahanan dan keamanan.
Pembangunan bidang hukum yang didasarkan pada nilai-nilai moral
(kemanusiaan) baru sebatas pada tataran filosofis dan konseptual. Hukum
nasional yang telah dikembangkan secra rasional dan realistis tidak pernah
dapat direalisasikan karena setiap upaya penegakan hukum selalu dipengaruhi
oleh keputusan politik. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila pembangunan
bidang hukum dikatakan telah mengalami kegagalan. Sementara, pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan juga telah menyimpang dari hakikat sistem pertahanan
yang ingin dikembangkan seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri republik
tercinta ini. Pembangunan pertahanan dan keamanan lebih diarahkan untuk
kepentingan politik, terutama guna mempertahankan kekuasaan.
Demikian, berbeda dengan pandangan
pakar-pakar ekonomi arus utama (main stream), kerusakan ekonomi yang dialami
sektor modern/ konglomerat tidak perlu diratapi, dan kita tidak perlu
mati-matian memulihkan kondisi ekonomi pra-krisis yang sangat timpang. Ekonomi
kerakyatan adalah sistem ekonomi yang demokratis, menunjuk pada asas ke-4
Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dimana ekonomi rakyat mendapat dukungan pemihakan
yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Bahwa sejauh ini pakar-pakar ekonomi arus
utama menolak konsep ekonomi kerakyatan, bahkan juga ekonomi kekeluargaan, yang
hendak digusur dari pasal 33 UUD 1945, adalah karena mereka secara a priori
menganggap ekonomi kerakyatan bukan sistem ekonomi pasar, tetapi dituduh
sebagai sistem ekonomi “sosialis-komunis” ala Orde Lama 1959-1966. Pandangan
dan pemihakan mereka pada konglomerat yang liberal-kapitalistik memang amat
sulit diubah lebih-lebih setelah (istilah mereka) ”Uni Sovyet pun kapok dengan
sosialisme, dan RRC juga sudah menjadi kapitalis”. Sudah pasti mereka
“keblinger” karena paham sosialisme tidak pernah mati, dan ekonomi RRC tumbuh
cepat bukan karena meninggalkan paham sosialisme tetapi karena amat
berkembangnya ekonomi rakyat. Ekonomi Indonesia akan tumbuh cepat seperti
ekonomi RRC jika mampu mengalahkan virus korupsi yang tumbuh subur sejak awal
gerakan reformasi yang telah benar-benar melenceng.
Revolusi Mewujudkan
Ekonomi Pancasila
Tanggal 12 Agustus 2002 UGM mendirikan
PUSTEP (Pusat Studi Ekonom Pancasila) yang kemudian disambut pembentukan Komisi
Ad Hoc Kajian Ekonomi Pancasila pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional. Pendirian PUSTEP-UGM ini kemudian diikuti
pembentukan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) di Universitas Sarjanawiyata
Taman Siswa tanggal 16 Agustus 2003 semuanya berkehendak menyumbangkan
teori-teori dan ilmu ekonomi (asli) Indonesia yang benar-benar memberi manfaat
pada masyarakat/ bangsa Indonesia khususnya wong cilik.
Ekonomi Pancasila bukanlah sistem ekonomi baru yang masih harus diciptakan
untuk mengganti sistem ekonomi yang kini “dianut” bangsa Indonesia. Bibit-bibit
sistem ekonomi Pancasila sudah ada dan sudah dilaksanakan oleh sebagian
masyarakat Indonesia terutama pada masyarakat perdesaan dalam bentuk
usaha-usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Adapun mengapa praktek-praktek kehidupan riil dan kegiatan ekonomi rakyat
yang mengacu pada sistem (aturan main) ekonomi Pancasila ini tersendat-sendat,
alasannya jelas karena politik ekonomi yang dijalankan pemerintah bersifat
liberal dan berpihak pada konglomerat. Ketika terjadi krismon 1997-1998,
meskipun keberpihakan pemerintah pada konglomerat belum hilang, tetapi gerakan
ekonomi kerakyatan yang dipicu semangat reformasi memberikan iklim segar pada
berkembangnya sistem ekonomi Pancasila yang berpihak pada ekonomi rakyat.
Pembentukan PUSTEP UGM tepat waktu untuk mengisi kevakuman sistem ekonomi
nasional, ketika sistem ekonomi kapitalis liberal di Indonesia sedang digugat,
dan sistem ekonomi kerakyatan sedang mencari bentuknya yang tepat dan
operasional. Sistem ekonomi kerakyatan merupakan sub-sistem dari sistem ekonomi
Pancasila yang diragukan dan tegas-tegas ditolak oleh teknokrat “keblinger”,
yang begitu silau dengan sistem ekonomi kapitalis liberal dari Barat
(Amerika). PUSTEP UGM bertekad melakukan kajian-kajian kehidupan riil (real
life) sehingga dapat membakukan ilmu ekonomi tentang kehidupan riil (real-life
economics) dari masyarakat/bangsa Indonesia.
Jika Ahmad Syafii Ma’arif dan Franz Magnis-Suseno di dalam Seminar
“Meluruskan Jalan Reformasi”, mengibaratkan bangsa Indonesia sudah mendekati
“jurang kehancuran”, maka reformasi lebih-lebih yang bersifat tambal-sulam
jelas tidak akan memadai. “Kapal” Indonesia harus dibalikkan arahnya. Itulah
revolusi bukan sekedar reformasi.
Kompleksitas krisis multidimensi sekarang dan beratnya beban kesulitan
mengatasi dan mengakhirinya membuat tekad membangun masa depan harus diwujudkan
dalam tindakan-tindakan besar dan inisiatif tingkat tinggi. Tindakan besar yang
dimaksud adalah suatu tindakan fundamental, yang secara moral setara dengan
revolusi, atau bahkan perang. Justru inilah suatu bentuk nyata ”jihad akbar”
yang tidak menuntut pengorbanan pertumpahan darah, tetapi menuntut pengorbanan
melawan egoisme dan subjektivisme, suatu bentuk pengorbanan psikologis. Jihad
akbar adalah jenis perjuangan berat melawan diri sendiri, suatu perjuangan yang
memerlukan keberanian menyatakan apa yang benar walaupun pahit karena
bertentangan dengan kepentingan pribadi atau kelompok.
Pancasila sebagai Landasan
Pembangunan
Pancasila sebagai landasan
pembangunan berarti nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar,
kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan
di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi logis terhadap pengakuan dan
penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional.
Hal ini sesuai dengan
kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia termasuk dalam
melaksanakan pembangunan karakter bangsa. Nilai-nilai dasar Pancasila
dikembangkan atas dasar hakikat manusia.
Sedangkan Pembangunan
nasional Indonesia diarahkan pada upaya peningkattan harkat dan martabat
manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan.
Sehingga, pembangunan nasional bangsa Indonesia dapat dimaknai sebagai upaya
peningkatan harkat dan martabat manusia secara total atau menyeluruh
berdasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam pancasila.
Dalam melaksanakan
pembangunan sosial berdasarkan pancasila maka pembangunan sosial tersebut harus
bertujuan untuk mengembangkan harkat dan martabat manusia secara total. Oleh
karena itu, pembangunan yang berdasarkan pancasila harus dilaksanakan di
berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan
dengan berlandaskan pada pancasila tersebut meliputi bidang politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Penulis akan dijelaskan mengenai
pancasila sebagai landasan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia
sesuai dengan aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya pada pembahasan
berikutnya.
Pancasila Sebagai Landasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia
Sistem dan pembangunan
ekonomi yang sesuai dengan pancasila yaitu berlandaskan pada nilai moral dari
pancasila itu sendiri. Secara khusus, sistem ekonomi pancasila harus didasari
oleh moralitas ketuhanan dan kemanusiaan. Sistem ekonomi yang mendasarkan pada
moralitas dan kemanusiaan (humanistis) akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.
Sistem ekonomi yang
menghargai hakikat manusia, baik sebagai makhluk individu, sosial, makhluk
pribadi maupun makhluk Tuhan adalah sistem ekonomi pancasila. Sistem ekonomi
pancasila harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang
bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sistem ekonomi yang
berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan
kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari
nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia harus mampu
menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk
lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan
kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan di Bidang Ekonomi
Sesuai dengan paradigma
pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus,
sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan yaitu pada sila ke I
Pancasila dan kemanusiaan yaitu pada sila ke II Pancasila. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus,
sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan yaitu pada sila ke I
Pancasila dan kemanusiaan yaitu pada sila ke II Pancasila. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan.
Sistem ekonomi yang
mendasarkan pada moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang baik adalah sistem ekonomi yang
menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk
pribadi maupun sebagai makhluk Tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila
berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan
individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian
juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui
kepemilikan individu.
Kebijakan ekonomi memiliki
tujuan untuk mensejahterakan rakyat dan harus mampu mewujudkan perekonomian
nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak seperti
selama orde baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik
ekonomi kerakyatan lebih memberikan kesempatan, dukungan dan pengembangan
ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil dan usaha menengah sebagai
pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Ekonomi kerakyatan akan
mampu mengembangkan program-program konkret pemerintah daerah di era otonomi
daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan
pembangunan daerah. Dengan demikian ekonomi kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan
partisipatif. Dalam ekonomi kerakyatan, pemerintah pusat ( negara ) yang
demokratis berperan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat
melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
Oleh karena itu, sistem
ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara. Ekonomi pancasila juga memiliki arti bahwa pihak swasta yang bisa mandiri dilindungi hak-haknya untuk mengembangkan usahanya, sedangkan untuk pihak-pihak yang masih belum bisa mengembangkan usahanya akan dibantu oleh pemerintah dalam mengembangkan usahanya
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara. Ekonomi pancasila juga memiliki arti bahwa pihak swasta yang bisa mandiri dilindungi hak-haknya untuk mengembangkan usahanya, sedangkan untuk pihak-pihak yang masih belum bisa mengembangkan usahanya akan dibantu oleh pemerintah dalam mengembangkan usahanya
Ekonomi
Kerakyatan Sebagai Bentuk Pembangunan Ekonomi Berparadigma Pancasila
Pengembangan ekonomi
mengarah pada persaingan bebas dan akhirnya yang kuatlah yang menang. Hal ini
sebagai implikasi dari perkembangan ilmu ekomoni pada akhir abad ke-18
menumbuhkan ekonomi kapitalis. Arah dasar kenyataan objektif inilah maka di
Eropa pada awal abad ke-19 muncul pemikiran sebagai reaksi atas perkembangan
ekonomi tersebut yaitu ekonomi sosialisme komunisme yang memperjuangkan nasib
kaum feodal karena ditindas oleh kaum kapitalis dan tidak terwujudnya
perkembangan proses politik yang demokratis.
Selain itu, dalam
berpraktek ekonomi nasional, yang menonjol kini adalah aktualisasi jual beli
uang, lobi bisnis politik-uang, perebutan jabatan publik ekonomis, dan lain
sebagainya yang ditunjukan oleh para konglomerat, para pialang saham (baik
pemain domestik maupun internasional), para politisi/partisipan partai politik
dll yang sering mengabaikan kepentingan yang lebih luas untuk kepentingan
bangsa dan negara. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem ekonomi yang
berdasarkan pada sistem ekonomi yang berkemanusiaan.
Pancasila sebagai
paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila.
Sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan sistem ekonomi
Indonesia. Dengan demikian hal tersebut menunjuk pada pembangunan Ekonomi
Kerakyatan atau Sistem Ekonomi Pancasila. Mubyarko telah mengembangkan
ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi yang humanistis yang mendasarkan kesejahteraan
rakyat secara luas. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja
melainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan.
Pengembangan ekonomi
mendasarkan pada kenyataan bahwa tujuan ekonomi itu adalah untuk memenuhi
kebutuhan manusia agar manusia menjadi lebih sejahtera. Selain itu, sistem
hubungan kelembagaan demokratis harus diperbaiki agar tidak ada peluang bagi
tumbuh kembangnya kolusi antara penguasa politik dengan pengusaha lain, bahkan
antara birokrat dengan pengusaha. Warga bangsa sebagai unsur pokok serta subjek
dalam negara adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh karena itu perubahan dan
pengembangan ekonomi harus diletakkan pada peningkatan harkat dan martabat
serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai satu keluarga.
Langkah - Langkah Pengembangan Ekonomi Berbasis
Ekonomi Rakyat
Langkah – langkah yang
strategis dalam upaya melakukan pengembangan ekonomi yang berdasarkan
nilai-nilai pancasila dan mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah
sebagai berikut:
1.
Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan
Hal ini dapat dilakukan dengan program
sosial safety net yang populer dengan program jaringan pengaman sosial (JPS).
Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka
pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme
).
2.
Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi.
Upaya ini dilakukan dengan menciptakan
kondisi kepastian usaha yaitu dengan diwujudkanya perlindungan hukum serta
undang-undang persaingan yang sehat.
3.
Transformasi struktur
Hal ini dilakukan guna memperkuat ekonomi
rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan
struktural. Tranformasi struktural meliputi proses perubahan dari ekonomi
tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari
ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ekonomi ketergantungan kepada
kemandirian, dari ekonomi orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
KESIMPULAN
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem
dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus,
sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I
Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang
mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi
liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai nilai moral kemanusiaan.
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk
persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan
penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila
Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk
pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem ekonomi pancasila
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk
sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan
perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat
(tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi
besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi
nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar