Perlindungan Konsumen
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan Tugas Makalah ini untuk memenuhi dalam bidang penilaian
mata kuliah Softskill yang berjudul “ Aspek Hukum Dalam Ekonomi”
Mungkin
dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi
penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapkan kritikan
dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikianlah
sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana
ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis
mengucapkan ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan
dari semua pihak mendapat amal baik yang diberikan oleh Allah SWT.
Bekasi, Mei 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
latar belakang
Konsumsi, dari
bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual
kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa
sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja
sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing
sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen
1.2
Rumusan Masalah
Seperti
yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Pengertian
Konsumen
2.
Azas dan
Tujuan
3.
Hak dan
Kewajiban Konsumen
4.
Hak dan
Kewajiban Pelaku Usaha
5.
Perbuatan
yang dilarang bagi pelaku usaha
6.
Klausula Baku
dalam Perjanjian
7.
Tanggung
Jawab Pelaku Usaha
8.
Sanksi
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah
yang berjudul “ Perlindungan
Konsumen “ adalah :
- Mengetahui Pengertian Konsumen
- Mengetahui Azas dan Tujuan
- Mengetahui Hak dan Kewajiban Konsumen
- Mengetahui Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
- Mengetahui Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
- Mengetahui Klausula Baku dalam Perjanjian
- Mengetahui Tanggung Jawab Pelaku Usaha
- Mengetahui Sanksi
BAB II
ISI
1.
Pengertian Konsumen
adalah setiap orang pemakai barang
dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.” Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua
jenis konumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah
distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai,
melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir. Yang dimaksud di dalam UU
PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh
barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan,
baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup
lain.
Sedangkan dalam ilmu ekonomi ada 2 cara dalam memperoleh barang, yaitu:
·
Membeli.
Bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli, tentu ia terlibat
dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan konsumen memperoleh
perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.
·
Cara
lain selain membeli, yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara yang kedua
ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku
usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu
perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk peraturan
yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU PK.
2.
Azas dan Tujuan
Upaya
perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan
yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan
praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen
memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
Asas perlindungan
konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen
pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
•Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk
mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen
harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau
usaha secara keseluruhan.
•Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi
seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
•Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan keselamatan konsumen.
•Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
•Asas kepastian hokum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku
usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal
3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
• Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
• mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
• Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
• Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
• Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
• Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
3.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak Konsumen adalah :
·
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa
·
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
·
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa
·
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan
·
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut
·
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
·
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
·
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya
·
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya’
Kewajiban konsumen adalah :
·
membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
·
beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa
·
membayar dengan nilai tukar yang disepakati
·
mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut
4.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha adalah :
·
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
·
hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikat tidak baik
·
hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaiakan hukum sengketa konsumen
·
hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
·
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah :
·
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
·
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan
dan pemeliharaan
·
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
·
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku
·
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
·
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan
·
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5.
Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Ketentuan
mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU
PK. Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
·
larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
·
larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
·
arangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
Mari kita bahas
satu per satu. Yang pertama ialah larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan
produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan
Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
·
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan
·
tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut
·
tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
·
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut
·
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan
dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
·
tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
·
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
·
tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label
·
tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat
·
tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha
diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan
minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap
daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan
Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib
memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada
konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.
Selain itu, ayat (2) dan (3) juga
memberikan larangan sebagai berikut:
(2) Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan
tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
UU PK tidak memberikan
keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan tercemar. Bila
kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut diartikan
sebagai berikut:
Rusak: sudah tidak sempurna (baik,
utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang menyebabkan
nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak
baik lagi)
Ternyata cukup
sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti
benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut
masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar
berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar
benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau
tidak berfungsi lagi.
6.
Klausula
Baku dalam Perjanjian
Di dalam pasal 18
undang-undang nomor 8 tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausa
baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
·
Menyatakan pengalihan
tanggung jawab pelaku usaha
·
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen.
·
pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan
atas barang atau jasa yang di beli konsumen
·
pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran
·
mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen
·
memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
Pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara terlihat atau tidak dapat dibaca seacra jelas
atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula
baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang
memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah dinaytakan batal demi hukum. Oleh
karena itu , pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang
dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.
7.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Hukum tentang
tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi
diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah
ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa
adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini
berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).
Istilah Product
Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam
dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi
bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen (Producer and
manufacture) maupun penjual (seller, distributor) mengasuransikan barang-barangnya
terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau
menimbulkan kerugian tehadap konsumen. Produk
secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang
(tangible goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam
kaitan dengan masalah tanggung jawab produser (Product Liability) produk bukan
hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti
listrik, produk alami (mis. Makanan binatang piaraan dengan jenis binatang
lain), tulisan (mis. Peta penerbangan yang diproduksi secara masal), atau
perlengkapan tetap pada rumah real estate (mis. Rumah). Selanjutnya, termasuk
dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi
secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.
Tanggung jawab produk (product
liability), menurut Hursh bahwa product liability is the liability of
manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or
property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins
Coie juga menyatakan Product Liability: The liability of the manufacturer or
others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use
of product
Dengan demikian,
yang dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum
dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture)
atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan
suatu produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau
mendistribusikan produk tersebut.Bahkan dilihat dari konvensi tentang product
liability di atas, berlakunya konvensi tersebut diperluas terhadap orang/badan
yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari
produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan pergudangan. Demikian juga dengan
para agen dan pekerja dari badan-badan usaha di atas. Tanggung jawab tersebut
sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan atau turut menyebabkan
kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian badaniah, kematian maupun
harta benda.
8.
Sanksi
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut
Undang-undang No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen
Sanksi Perdata :
1. Ganti
rugi dalam bentuk :
·
Pengembalian uang
·
Penggantian barang
·
Perawatan kesehatan
·
Pemberian santunan
2. Ganti
rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp.
200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat
(2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
·
Kurungan
Penjara, 5 tahun, atau denda Rp.
2.000.000.000 (dua milyar -rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat
(1) huruf a, b,c, dan e dan Pasal 18
Penjara, 2 tahun, atau denda
Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16
dan 17 ayat (1)huruf d dan f
·
Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999
tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat,
cacat tetap atau kematian
Hukuman tambahan , antara lain :
·
Pengumuman keputusan Hakim
·
Pencabuttan izin usaha
·
Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
·
Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
·
Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .
SUMBER
http://vegadadu.blogspot.com/2011/04/klausula-baku-dalam-perjanjian.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar